Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah
SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat
kepada alam semesta. Allah SWT berfirman :
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah !, dengan
kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.’ (QS.Yunus : 58).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu
menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di
Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat
Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai
dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.
Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya,
diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah
SAW. Maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan
kelahiran Rasulullah SAW ?
Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan
Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan
oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh beliau :
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena
setiap bid`ah menyesatkan. (HR Abu Daud dan Tarmizi)
Maka selain dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut, juga
secara semantik (lafzhi) kata ‘kullu’ dalam hadits tersebut tidak
menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah). Tetapi ‘kullu’ di sini bermakna
sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. Jadi, tidak seluruh bid’ah
adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i
:
"Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam :
Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah
Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang
sesat ; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak
menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka
sesuatu itu tidak tercela (baik)." (Fathul Bari, juz XVII: 10).
Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk
jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi
maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua
belahan dunia Islam.
Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul
kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa
perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan -ibadah mahdhah- atau ritual
peribadatan dalam syariat.
Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan
yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan
gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit
membedakan antara -ibadah- dengan -syi’ar Islam-. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari
Allah SWT. Tetapi syi’ar adalah
sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.
Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan
oleh Rasulullah SAW. Imam As-Suyuthi mengatakan
dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW :
"Menurut saya, asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia
berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak
kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang
dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak
lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang
melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan
suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia."(Al- Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)
Pendapat Ibnu Hajar Al-Haithami : “Bid’ah yang baik itu
sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW.”
Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi) : ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa
yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan
memberikan sedekah dan kebaikan, -menunjukkan rasa gembira dan bahagia-,
sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan
kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan
bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam
semesta”.
Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari
aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut :
1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.
2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
3.Membaca sejarah Rasulullah SAW dan menceritakan
kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
5. Meningkatkan silaturrahim.
6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa
kehadiran Rasulullah SAW di tengah-tengah kita.
7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim atau tabligh yang berisi
anjuran untuk kebaikan dan mensuri-tauladani Rasulullah SAW.
***
sumber
: http://iqbal1.wordpress.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar